VIVAnews – Banyaknya gangguan yang terjadi pada frekuensi milik operator telekomunikasi disebabkan oleh berbagai faktor. Akan tetapi, banyak kendala yang menyulitkan pemerintah untuk mengatasi berbagai kendala tersebut.
“Kami sudah bekerja sama dengan Bea Cukai di Departemen Perdagangan terkait sertifikasi perangkat-perangkat telekomunikasi,” kata Rachmad Widayana, Kasubdit Analisa dan Evaluasi Frekuensi Kemenkominfo di Jakarta, November 2010.
Sayangnya, kata Rachmad, tidak semua perangkat telekomunikasi masuk dari pintu legal atau jalur impor resmi.
Pemerintah, kata Rachmad, juga sudah melakukan penertiban secara rutin, tetapi biasanya penertiban dilakukan bila ada aduan dan laporan, baik dari masyarakat atau operator selular. “Karena, selain kendala teknis (sinyal timbul tenggelam atau mobile) kami juga terbentur masalah SDM,” ucapnya.
“Beredarnya repeater (perangkat telekomunikasi penguat sinyal) dengan harga murah jelas mempersulit penertiban kami. Semakin luas informasi tentang repeater dengan harga murah di masyarakat, semakin sulit untuk menertibkannya,” kata Rachmad.
Sebab itu, Rachmad menyebutkan, pihaknya telah mensosialisasikan sanksi penggunaan spektrum ilegal supaya masyarakat tahu kalau yang diperjualbelikan itu ilegal.
Masyarakat yang ingin menyampaikan masukan terkait permasalahan ini dapat melakukannya melalui Direktorat Pengelolaan Spektrum Frekuensi Radio melalui web (http://www.postel.go.id) dan datang langsung ke loket pengaduan di Kantor Kemenkominfo.
Sejak awal tahun hingga Oktober 2010 ini, Kemenkominfo telah mensinyalir adanya gangguan sinyal telekomunikasi, terutama untuk layanan selular di sejumlah daerah di Indonesia.
Telah terindikasi adanya gangguan di Jabodetabek, Medan, Batam, Banten, Bandung, Yogyakarta, Surabaya dan Bali.
Khusus untuk di wilayah Jabodetabek saja berdasarkan monitoring Kemenkominfo dan berdasarkan cross data yang dilaporkan oleh beberapa penyelenggara telekomunikasi, terdapat 42 titik lokasi yang terkena ganggual sinyal tersebut. (hs)
• VIVAnews