JAKARTA – Teknologi Cloud Computing akan mampu menarik minat perusahaan. Pasalnya Cloud Computing dipercaya dapat menekan biaya investasi dan lebih efisien.
Perusahaan riset International Data Corp (IDC) memperkirakan pendapatan public cloud pada tahun 2014 akan mencapai USD55,5 miliar, meningkat cukup tajam dari pendapatan dua tahun lalu yang hanya mencapai USD16 miliar. Optimisme yang sama juga dilontarkan lembaga riset Gartner yang memprediksi teknologi cloud akan digunakan oleh 80 persen perusahaan kelas atas di dunia untuk meningkatkan daya saing.
Sedangkan perusahaan analis lain, Private Cloud, menyatakan jika pada 2010 enterprise cloud-based akan mencatatkan pendapatan USD12,1 miliar dengan pertumbuhan tiap tahun sekira 43 persen.
Masih menurut Gartner, pada tahun ini nilai bisnis teknologi cloud computing yang dimanfaatkan untuk internet di dunia akan mencapai USD80 miliar dengan tingkat pertumbuhan setiap tahun mencapai 25 persen, hingga kurun lima tahun ke depan.
Cloud Computing sendiri terdiri dari tiga bagian yang berdasarkan layanan, yaitu Software as a Service (SaaS), Platform as a Service (PaaS) dan Infrastructure as a Service (IaaS). Sedangkan jika dilihat dari sisi jangkauan, cloud computing terbagi menjadi Public Cloud, Private Cloud dan Hybrid Cloud.
“Tahun ini diperkirakan produk SaaS akan menguasai segmen cloud computing dengan kontribusi sebesar 70 persen, sementara sisanya datang dari IaaS. Konsep komputasi awan sendiri dianggap cukup menjanjikan karena akan mengubah belanja modal untuk Teknologi Informasi (TI) menjadi biaya operasional sehingga terjadi efisiensi,” ujar Direktur Wholes Sales dan Enterprise Telkom Arief Yahya di Jakarta, Senin (18/10/2010).
Ditambahkannya, untuk Indonesia nilai pasar dari komputasi awan masih kecil. Tahun depan diprediksi mencapai Rp2,1 triliun. Dari situ, layanan SaaS memiliki kontribusi sebesar 40 persen. Sedangkan Telkom sendiri diklaim telah menguasai sekira 70 persen pasar Cloud Computing.
“Potensi pasar yang besar untuk ditawarkan solusi komputasi awan adalah pemerintah karena berperan sebagai lokomotif di industri. Pemerintah secara regulasi membuka peluang bagi pelaku usaha, misalnya dengan adanya National Single Windows (NSW). Belum lagi secara belanja Teknologi Informasi (TI) pemerintah daerah dan pusat itu lumayan besar, khususnya untuk pendidikan dan kesehatan. Di pendidikan saja ada alokasi dana 200 triliun rupiah dimana 20 persen untuk belanja TI,” jelasnya.
Berdasarkan catatan, sektor pemerintah rata-rata mengambil porsi 11 persen dari belanja TI nasional yang tahun ini diperkirakan mencapai USD1,731 miliar atau tumbuh 11,9 persen dari tahun sebelumnya.
Disarankannya, untuk pemerintah daerah pun tak segan memanfaatkan cloud computing karena bisa menekan biaya investasi dan membuat adanya efisiensi.
“Pemerintah daerah itu tidak akan head to head secara geografis. Jika cloud computing dimanfaatkan, banyak dana yang bisa dihemat,” jelas Arief.
Arief meminta, jika akan ada regulasi yang dikeluarkan pemerintah, faktor yang harus diperhatikan adalah masalah komitmen dari pemain asing untuk menggandeng investor lokal mengembangkan cloud computing.
“Harus ada regulasi yang mendorong kerjasama. Mulai dari pemasaran hingga kepemilikan bersama. Di bisnis software saja banyak sekali pemain asingnya. Padahal ini modalanya kreatifitas,” katanya.
Kepala Badan Litbang SDM Kemenkominfo Cahyana Ahmadjayadi menjelaskan, pemerintah pusat sudah mengeluarkan peraturan menteri tentang tata kelola TIK bagi pemerintah daerah untuk berbelanja TI agar terjadi efisiensi.
“Kami juga memberikan beasiswa untuk mencetak Chief Information Officer (CIO) bagi pegawai negeri di daerah agar konsep komputasi awan ini bisa diterima. Soalnya, pemerintah pusat tidak bisa intervensi langsung cara daerah berbelanja. Inilah cara kita mengedukasinya,” jelasnya. (srn)