Mahasiswi Ubaya yang diwisuda bersama 935 rekannya itu menegaskan bahwa kesimpulan itu diperoleh setelah dirinya mengedarkan kuesioner kepada 120 mahasiswa di Surabaya.
“Saya melakukan kuesioner secara terbuka dan tertutup serta menelusuri lewat Facebook secara langsung. Hasilnya, 61,7 persen pengguna Facebook itu narsis,” katanya.
Namun, katanya, narsisme yang dilakukan pengguna Facebook masih tergolong wajar, karena bentuknya hanya berganti foto diri dan “update” status hingga beberapa kali dalam sehari.
“Secara psikologis, apa yang dilakukan masih tergolong wajar, karena manusia cenderung membutuhkan ekspresi diri dan juga narsistik seperti itu,” kata mahasiswi kelahiran Jember 22 tahun lalu itu.
Selain itu, katanya, apa yang dilakukan tidak menghilangkan rasa sosial, karena mereka masih mengomentari pendapat rekannya, meski komentar yang bersifat ringan.
“Jadi, mereka masih memiliki empati kepada orang lain. Kalau mereka sampai begitu narsis, saya kira hal itu karena di Facebook memang lebih bebas. Kalau di majalah dinding mungkin akan ditertawakan orang lain,” katanya.
Selain skripsi bertopik “Facebook dan Narsisme” itu, ada pula mahasiswa Ubaya lainnya, Arnold Vincencius Fernandez yang meneliti pekerja seks komersil (PSK) di kompleks Makam Kristen Kembang Kuning, Surabaya.
“Saya menemukan fenomena menarik ketika saya bertemu seorang PSK bernama Har. Terbukti, PSK itu meskipun pekerjaan hina, tetapi masih ada yang melakukannya dengan tujuan mulia,” katanya.
PSK yang semula praktik di kawasan Jalan Diponegoro itu memulai profesi PSK itu persis saat anaknya masuk SMEA dan dia berhenti saat anaknya menyelesaikan SMEA, sehingga dia menjadi PSK untuk tujuan mulia yakni mengupayakan anaknya bisa menamatkan SLTA.(*)
(T.E011/I007/R009)